Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Jum'at, 24 Februari 2006 Umum

Best Practice Good Corporate Governance Dalam Meningkatkan SInergi dan Kinerja Stakeholders Dalam

Implementasi konsep good corporate governance di Perguruan Tinggi yang lebih tepat disebut dengan good university governance diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang yang berkepentingan (stakeholders). Sasaran jangka panjang yang diharapkan dari penerapan good university governance di perguruan tinggi swasta tidak hanya meningkatkan perannya sebagai teaching university tetapi juga dapat berkembang menjadi research university dan selanjutnya entrepreneurial university. Disamping itu, diharapkan perguruan tinggi swasta mengoptimalkan potensi dan kapasitas untuk mengembangkan dirinya meraih keunggulan kompetitif, yakni keunggulan akademik atau yang sering disebut sebagai academic excellence.

Key Words: good corporate governance, good university governance, stakeholders


I. Pendahuluan
Isu Good Corporate Governance (GCG) pesat berkembang di seluruh dunia selama 10 tahun terakhir ini. Masyarakat umum secara intuisi merasakan bahwa isu ini memang penting dan harus hadir di dunia bisnis pada umumnya dan khususnya di dunia pendidikan. Namun apa sebenarnya GCG itu masih belum banyak masyarakat yang memahaminya. Hal ini dapat dimengerti karena bahkan para ahli kelas dunia yang berkecimpung dalam masalah GCG ini pun memiliki begitu banyak konsep dan definisi tentang GCG. Pada intinya GCG bukanlah merupakan kepentingan sebuah perusahaan serta para stakeholder terdekatnya belaka, namun juga merupakan urusan para stakeholder perusahaan secara luas yaitu masyarakat nasional dan internasional
Menurut Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG, 2001), GCG mengacu kepada:
“The process and structured used to direct and manage business and affairs of company towards enhancing business prosperity and corporate accountability with the ultimate objective of realizing long-term shareholder value, whilst taking into account the interest of other stakeholders”
[newpage]
GCG terdiri dari sekumpulan perangkat hukum yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kriditur, pemerintah, dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders). GCG juga dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme yang membantu perusahaan dalam menegakkan hukum dan peraturan yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahan.
Bagaimana praktek GCG di Perguruan Tinggi Swasta (PTS)? Boleh dikatakan belum banyak atau mungkin belum ada PTS yang telah menerapkan GCG dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia. Kita telah mencatat banyak kasus terjadinya konflik antara pihak Yayasaan sebagai shareholder (prinsipil) dengan Pimpinan (agen) di PTS, antara lain yang terjadi di Universitas Trisaksti, Universitas Nasional, dan Universitas Jayabaya.
Konflik yang terjadi anata pihak-pihak yang terlibat dalam stakeholders di PTS disamping dapat menganggu aktivitas rutin akademik dalam penyelenggaraan pendidikan karena tidak adanya sinergi yang positif di antara mereka, juga telah menimbulkan biaya yang besar (agency cost) yang dapat mengurangi kemampuan keuangan perguruan tinggi swasta dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi kepada mahasiswanya.
Oleh karena itu, dalam rangka untuk ikut mengembangkan paradigma baru pendidikan tinggi yang telah disosialisasikan hampir satu dasa warsa terakhir ini meskipun sudah menjadi referensi utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia praktek GCG semestinya sudah menjadi keharusan dalam pengelolaan PTS di Indonesia. Peningkatan kualitas secara berkelanjutan yang didasarkan atas aspek akuntabilitas, transparansi, predictability, dan partisipasi merupakan prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dan diharapkan sinergi diantara mereka dapat mempercepat pengembangan paradigma baru pendidikan tinggi ke depan.

II. Konsep Good Corporate Governance
Istilah GCG telah dikenal luas dalam masyarakat tetapi belum dipahami dengan baik. Secara umum GCG adalah sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti; pemegang saham, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas. Dengan demikian konsep ini dengan cepat diterima oleh masyarakat luas bahkan kinerja akvitas suatu perusahaan kini ditentukan sejauh mana keseriusannya menerapkan GCG.
[newpage]
2.1 Definisi Good Corporate Governance
Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena cakupan GCG yang lintas sektoral. GCG dapat didekati dengan berbagai disiplin ilmu antara lain ilmu makroekonomi, teori organisasi, teori informasi, akuntansi, keuangan, manajemen, psikologi, sosiologi dan politik (Turnbull, 1977). Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.

Sementara Syakhroza (2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

2.2. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada April 1988, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai salah satu lembaga yang mempunyai inisiatif mempromosikan konsep corporate governance telah mengeluarkan seperangkat prinsip GCG yang dikembangkan seuniversal mungkin. Prinsip-prinsip yang disusun bertujuan bagaimana caranya manajemen perusahaan (yaitu para direktur) bertanggung jawab kepada pemiliknya (yakni pemegang saham). Para pengambil keputusan atas nama perusahaan adalah dapat dipertanggungjawabkan, menurut tingkatan yang berbeda pada pihak lain yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut, termasuk perusahaan itu sendiri, para pemegang saham, kreditur dan para publik penanam modal.
[newpage]
Prinsip-prinsip corporate governance menurut OECD meluputi:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak meliputi hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk:
1. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan
2. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya
3. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur
4. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS
5. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi
6. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan
b. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham
Kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki, kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini mensyaratkan adnya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan, jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan (conflict of interest)
c. Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholder, seperti ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja, dan kesinambungan usaha
d. Keterbukaan dan transparansi

Kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan di sajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan
e. Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors)
Kerangka corporate governance harus menjamin adnya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
[newpage]
Sementara Asian Development Bank (ADB) menyakatakan bahwa GCG di dasarkan atas
empat prinsip dasar, yaitu:
a. Akuntabilitas berarti tuntutan agar manajemen perusahaan memiliki kemampuan answerability yaitu kemampuan untuk merespon pertanyaan dari stakeholders atas berbagai corporate action yang mereka lakukan.
b. Transparansi berarti ketersediaan informasi yang akurat, relevan dan mudah dimengerti yang dapat diperoleh secara low-cost sehingga stakeholders dapat mengambil keputusan yang tepat. Karena itu, perusahaan perlu meningkatkan kualitas, kuantitas dan frekuensi dari laporan kegiatan perusahaan
c. Predictability berarti perusahaan beroperasi diloksai yang memiliki keteraturan hukum dan peraturan serta dalam konteks ekonomi memiliki kebijakan yang bersifat fair, effective dan uniform.
d. Partisipasi, dibutuhkan untuk memperoleh data yang dapat dipercaya (reliable information) serta untuk meningkatkan peran serta pihak stakeholders dalam proses checking atas kebijakan yang dilakukan perusahaan.

2.3. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG dalam suatu organisasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa hal berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders
4. Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimate
5. Menimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak prinsipal dengan agen
6. Memimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah, meingkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan
[newpage]
GCG lebih ditekankan kepada proses, sistim, prosedur dan peraturan yang formal ataupun informal yang menata organisasi dimana aturan main yang ada diterapkan dan ditaati. GCG berorientasi kepada penciptaan kesinambungan antara tujuan ekonomi dan sosial atau antara tujuan individu dan masyarakat (banyak orang) yang diarahkan kepada peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam hal pemakaian sumber daya organisasi sejalan dengan tujuan organisasi. Dengan demikian maka dibutuhkan:
1. Adiministrasi organisasi yang adil, efisien, dan terbuka yang selaras dengan tujuan organisasi
2. Sistim dan prosedur operasional dan pengendalian organisasi dengan suatu pandangan untuk pencapaian tujuan stratejik jangka panjang organisasi yang dapat memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok pelanggan, dan penyandang dana dimana taat kepada hukum dan peraturan yang dibutuhkan dan cocok dengan kebutuhan lingkungan organisasi dan masyarakat
3. Proses penciptaan dan penambahan nilai yang efisien dan untuk meyakinkan bahwa:
• Top manajemen mempunyai suatu tujuan dan rencana sratejik dan menempatkannya kepada struktur manajemen yang tepat (organisasi, sistim, dan orang) untuk mencapai tujuan dan rencana stratejik tersebut
• Struktur diletakkan dalam fungsi untuk menjaga integritas, reputasi, dan tanggungjawab organisasi kepada semua stakeholders.
• Top manajemen bertindak sebagai sebuah katalisator, inisiator, mempengaruhi, menilai, dan memantau keputusan-keputusan stratejik dan aktifitas manajemen dan mempertahankan manajemen yang dapat dipertanggungjawabkan
• Meyakinkan bahwa top manajemen adalah bukan merupakan sebuah jabatan formalitas yang melupakan tugas manajemen untuk membuat keputusan stratejik organisasi yang gegabah
• Top manajemen membangun dan menetapkan suatu mekanisme untuk meyakinkan bahwa operasional organisasi dalam kondisi yang diinginkan oleh pemilik, bertanggungjawab kepada masyarakat banyak, meyakinkan bahwa pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif dalam rangka memburu pencapaian tujuan organisasi dan selaras dengan harapan yang dituntut oleh stakeholders.
• Adanya sebuah mekanisme, proses dan sistim yang dibangun secara terus-menerus meyakinkan bahwa:
a. Praktek-praktek tata kelola organisasi adalah efektif dan sesuai dengan kondisi internal organisasi
b. Ada keterbukaan dan pertanggungjawabkan kepada berbagai stakeholders
c. Organisasi patuh dan taat dengan hukum dan perundangan-undangan yang dibutuhkan
d. Ada pengungkapan informasi yang memadai kepada stakeholders
e. Ada pemantauan yang efektif dan juga pengelolaan resiko, inovasi, dan perubahan organisasi
f. Organisasi tetap berada pada kondisi yang relevan, legitimate, dan kompetitif
g. Organisasi adalah menjanjikan, likuid, dan memiliki kontinuitas ke depan yang baik.
[newpage]
III. Praktek Good Corporate Governance di Perguruan Tinggi Swasta
3.1. Struktur dan Desain Governance di Perguruan Tinggi Swasta
Struktur governance di perguruan tinggi relatif spesifik dibandingkan dengan jenis perusahaan non-pendidikan, terutama terkait erat dengan peran pihak yayasan sebagai bagian stakeholder yang memegang kunci penting dalam pengelolaan PT. Struktur governance di sebagian besar perguruan tinggi swasta membentuk tripod yang terdiri dari; (a) Yayasan Perguruan Tinggi, (b) Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dan (c) Badan Pelaksana Harian (BPH) Yayasan. Jika mengacu kepada struktur governance pada umumnya peruahaan non-pendidikan, Yayaan perguruan tinggi mewakili pemegang aham, Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas mewakili dewan direksi dan BPH-Yayaan mewakili dewan komisaris.
Jika dilihat dari struktur governance diatas, stakeholders yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi atas dapat di kelompokkan atas struktur governance “internal” dan “eksternal. Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dianggap sebagai struktur governance “internal”, sementara Yayaaan dan BPH dianggap sebagai struktur governance “eksternal”
Memperhatikan struktur sebagaimana dijelaskan diatas, jelas antara struktur governance internal dan eksternal di atas saling berhubungan dan secara matematis akan membentuk “irisan” yang sempurna. Jika dilihat dari peranan governance di dalam meminimalkan potensi konflik kepentingan dalam sebuah organisasi irisan ini menggabungkan antara “fungsi PTS sebagai entitas bisnis” serta “fungsi PTS sebagai penyedia pendidikan tinggi kepada masyarakat”.
Sinergi yang terjadi antara Yayasan melalui Badan Pelaksana Harian atau BPH Yayasan sebagai \'facilitator\' dan \'advisor\' dalam struktur governance eksternal dan Rektor Universitas-Institut/Ketua Sekolah Tinggi/Dekan Fakultas dalam struktur governance internal sebagai \'leader\' dan \'negotiator\' dalam sistem penyelenggaraan PTS diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. BPH Yayasan dalam pengembangan suatu PTS memainkan peran sebagai \'facilitator\' dan \'advisor\' perubahan yang berorientasi pada menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya perubahan organisasi serta menjadi konsultan yang memberikan saran (advise) bagi pengembangan PTS. Sebaliknya Rektor/Ketua/Dekan memainkan peran sebagai \'leader\' dan \'negotiator\' perubahan yang berorientasi pada memimpin proses perubahan organisasi dengan mentransformasikan visi organisasi ke dalam tindakan nyata serta menjadi perantara bagi berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan PTS.
Oleh karena itu, dalam rangka peneragan CG diperguruan tinggi diperlukan keinginan untuk mendesain ulang (grand design) pola governance yang melibatkan seluruh stakeholders di PTS. Penulis mengusulkan desain governance di PTS mempertimbangkan perangkat-perangkat governance yang terdiri dari (1) struktur governance PTS, (2) mekanisme governance PTS, (3) prinsip-prinsip governance PTS, dan sistem governance PTS.

[newpage]
3.2. PT: Governance dan Pengendaliaan Internal
Pertanyaan paling umum yang muncul di dalam praktik adalah; apa manfaat yang dapat terlihat (tangible benefits) dari penerapan GCG di sebuah PTS ? Apakah dengan diterapkannya konsepsi GCG secara “baik” akan dapat meningkatkan kinerja aktivitas PTS. Jika esensi dari governance adalah; untuk meyakinkan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) bahwa aktivitas organisasi dijalankan secara professional serta “bebas” dari berbagai konflik kepentingan, maka seharusnya kinerja perusahaan meningkat. Disamping itu, GCG memberikan penekanan pada unsur pengendaliaan atas pihak yang membuat keputusan di dalam tubuh PTS diharapkan dapat menimalkan terjadinya penyalahgunaan weweang (kekuasaan). Untuk mencapai tujuan ini diperlukan adanya komite audit (audit committee) sebagai elemen penting dalam kerangka board governance di PTS. Komite audit, seperti halnya berbagai bentuk komite lainnya yang dikenal dalam governance, merupakan “perangkat” kerja board governance sebagai organ penting di dalam sebuah PTS. Dalam kaitan fungsi komite audit inilah dianggap fungsi governance dan pengendaliaan internal dapat dilihat hubungannya lugas
Sesuai dengan cakupan tugas dan tanggung jawabnya, komite audit dipimpin oleh pihak yang berasal dari luar struktur perusahaan (misalnya profesional dan akademisi yang memiliki latar belakang audit) yang mempunyai kualifikasi serta bebas dari hubungan konflik dengan berbagai organ perusahaan lainnya (independen).
Komite audit berperan penting dalam proses pelaporan keuangan, sebagai sebuah “finansial monitor” dan berperan penting dalam proses laporan keuangan (Abott, Parker, dan Peters, 2004). Komite audit akan berhubungan dengan pengendaliaan keuangan perusahaan, termasuk melakukan telaah (review) terhadap kehandalan pengendaliaan internal yang dimiliki perusahaan serta kepatuhan (compliance) terhadap berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Komite audit juga berfungsi untuk melakukan seleksi penunjukkan kantor akuntan publik dan melakukan evaluasi atas kinerja kantor akuntan yang ada. Cakupan tugas komite audit dengan melakukan “hubungan” tidak saja dengan internal auditor perusahaan tetapi juga dengan auditor eksternal dalam upaya menghasilkan laporan keuangan perusahaan yang dapat mencerminkan tingkat GCG

3.3. Good University Governance (GUG)
Tingkat persaingan yang semakin tajam diantara PTS di Indonesia membutuhkan perubahan yang fundamental untuk bisa bersaing, apalagi menargetkan untuk bisa berkiprah dalam kompetisi global. Oleh karena itu, diperlukan suatu transformasi pendidikan tinggi yang meliputi restrukturisasi, rekonstruksi, reposisi dan reivitalisasi berbagai fungsi dan komponen organisasi. Secara garis besar, ada tiga prasyarat keberhasilan transformasi perguruan tinggi di Indonesia, yaitu:
1. Penyelarasan secara bertahap struktur kelembagaan (program dan sumberdaya) dengan perilaku sivitas akademiknya untuk mencapai kinerja yang ditargetkan (performance). Setiap anggota sivitas akademika harus mempunyai komitmen terhadap target mutu, ketetapan waktu, dan efektivitas program
2. Orientasi proses akademik pada pelayanan dan kepuasan stakeholders;
3. Kemampuan untuk menerapkan management best practice dalam pengelolaan dan pengembangan perguruan tinggi
Untuk menjalankan ketiga syarat keberhasilan transformasi pendidikan di atas, maka sudah saatnya PTS menerapkan GCG dalam pengelolaan penyelenggaraan pendidikan. Karena organaisasi PTS berbeda dengan organiasasi Bisnis pada umumnya, maka implementasi GCG di PTS lebih tepat disebut dengan Good University Governance.
Tujuan jangka panjang yang diharapkan dari penerapan GUG di PTS untuk menjadi research university dan selanjutnya entrepreneurial university tidak hanya melulu teaching university. Disamping itu, diharapkan PTS mengoptimalkan potensi dan kapasitas untuk mengembangkan dirinya meraih keunggulan kompetitif, yakni keunggulan akademik atau yang sering disebut sebagai academic excellence.
[newpage]
IV. Kesimpulan
Konsep good university governance sebagai implementasi dari penerapan good corporate governance diperguruan tinggi swasta akan dapat terwujud jika terjadi keseimbangan kepentingan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam rangka untuk mencapai tujuan perguruan tinggi. Tujuan perguruan tinggi yang yang diharapkan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan bagi semua stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan penyelenggranaan pendidikan tinggi. Tujuan ini dapat tercapai dengan misi bahwa perguruan tinggi swasta yang dikelola tidak hanya dapat meningkatkan perannya sebagai teaching university tetapi juga dapat berkembang menjadi research university dan selanjutnya entrepreneurial university. Disamping itu, diharapkan perguruan tinggi swasta mengoptimalkan potensi dan kapasitas untuk mengembangkan dirinya meraih keunggulan kompetitif, yakni keunggulan akademik atau yang sering disebut sebagai academic excellence.
Oleh karena itu dalam rangka penerapan good university governance di perguruan tinggi swasta maka perlu dipertimbangkan perangkat-perangkat governance yang terdiri dari (1) struktur governance perguruan tinggi swasta, (2) mekanisme governance perguruan tinggi swasta, (3) prinsip-prinsip governance perguruan tinggi swasta, dan (4) sistem governance perguruan tinggi swasta

Referensi

Abbott. L.J., S. Parker, dan G.F. Peters, 2000, The Effectiveness of Bluer Ribbon
Committee Recommendations in Mitigating Financial Misstatement: An
Empirical Studi, Working paper.

Abbott, Lawrence, J., Parker, Susan., dan Peters, Gary, F., 2004, Audit Committee
Characteristic and Restatements, Vol 23, No. 1, pp 69-87

Beasly, C., M. Defond, J. Jiambalvo, dan K.R. Subramanyam, 1998, The Effect of Audit
on The Quality of Earnings Management, Contemporary Accounting Research,
15 (Spring).

Carcello, J.V. dan T.L. Neal, 2000, Audit Committee Characteristics and Auditor
Reporting, The Accounting Review, 75 (Oktober)

Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard, dan Lucie Courteau, 2001, Corporate
Governance and Earnings Management, Working paper, April.

Cadbury, A., 1999, What Are the Trends in Corporate Governance? How Will They
Impact Your Company? Long Range Planning, Vol. 32, No. 1, pp. 12-19

Dezoort, F.T. dan S. Salterio, 2002, The Effects of Corporate Governance Experience
and Financial Reporting and Audit Knowledge on Audit Committee Members\'
Judgments, Auditing: A Journal of Practice & Theory, 21 (Fall): Forthcoming.

Fama, E. F. dan Jensen, M.C., 1983, Separation of Ownership and Control, Journal of
Law and Economics, vol. 26, June, pp.301-325

Fama, E. F., 1980, Agency Problem and the Theory of the Firm, Journal of Political
Economy, vol. 88, No. 2, pp.288-307

Healy, Paul M., dan James M. Wahlen, 1998, A Review of the Earnings Management
Literature and Its Implications for Standard Setting, Working paper.

Luhukay, Jos, 2002, Tata Pamong dan Nilai Perusahaan, Warta Ekonomi, No.
21/XIV/2 September.

Mayangsari, Sekar, dan Murtanto, 2002, Reaksi Pasar Modal Indonesia Terhadap
Pembentukan Komite Audit, Proceeding Simposium Surviving Strategies to Cope
With the Future, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

McMullen, D. A. dan K. Raghundan, 1996, Enhancing Audit Committee Effectiveness,
Journal of Accountancy, 182 (Agustus).

Moenaf H. Regar.2000, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Jakarta, Bumi aksara: 2000

Rafick, Ishak, 2002, Menggugat Fungsi Komisaris Independen, SWA,No.15/XVII/15 Juli-7 Agustus.

Simanjuntak, Djisman S., 2002, Good Corporate Governance in Post-crisis Indonesia: Initial Conditions, Windows of Opportunity and Reform Agenda, Working paper.

Sulistyanto, H. Sri, dan Rika Lidyah, 2002, Good Governance: Antara Idealisme dan Kenyataan, MODUS, Vol.14 (1), Februari.

Sulistyanto, H. Sri, dan Meniek S. Prapti, 2003, Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, EKOBIS, Vol.4/No.4/Januari.

Susanto, A.B. 1998, Tinjauan Pendidikan Tinggi Dalam Memasuki Milenium Ketiga Renungan Beberapa Aspek Pembaharuan Dunia Pendidikan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Indonesia Memasuki Milenium Ke-3. Yogyakarta. Andi Offset. pp. 77-88.
Syakhroza, Akhmad, 2002, Mekanisme Pengendaliaan Internal dalam Melakukan Assesmet terhadap Pelaksanaan Good Corporate Governance, Majalah Usahawan Indonesia, No. 08, Vol XXXI, pp 41-52
Syakhroza, Akhmad, 2003a, Best Practice Corporate Governance Dalam Konteks Kondisi Lokal Perbankan Indonesia, Majalah Usahawan Indonesia, No. 06, Vol XXXII, pp 13-20
Syakhroza, Akhmad, 2003b, Theory of Good Corporate Governance, Majalah Usahawan Indonesia, No. 08, Vol XXXII, pp 19-25
The Business Roundtables (BRT), 2002, Principles of Corporate Governance, A white paper, Mei.

Wright, D.W., 1996, Evidence on The Relation Between Corporate Governance Characteristics and The Quality of Financial Reporting, Working paper.